Tuesday, March 27, 2007

Naruto

Friday, March 23, 2007

Penyakit Hernia

 Jakarta - Penyakit hernia. Banyak yang mungkin tak mengenal nya. Tapi jika saya sebut penyakit turun berok, mungkin istilah itu lebih akrab. Penyakit ini dianggap bukan penyakit serius, karena relatif mudah diatasi, dengan operasi.

Tapi akan jadi berbahaya kalau diabaikan. Inilah yang tengah dihadapi dua orang bocah. Mereka tak punya biaya untuk operasi hernia-nya.

Hernia, atau yang lebih dikenal dengan turun berok, adalah penyakit akibat turunnya buah zakar seiring melemahnya lapisan otot dinding perut. Penderita hernia, memang kebanyakan laki-laki, terutama anak-anak. Kebanyakan penderitanya akan merasakan nyeri, jika terjadi infeksi di dalamnya, misalnya, jika anak-anak penderitanya terlalu aktif.

Nasir, bocah ini, adalah salah satu penderitanya. Lihatlah, ada pembesaran pada organ kemaluannya.

Menurut Ningrum, ibunya, tak jarang nasir menjerit hebat jika sedang merasakan nyeri di tubuhnya. Ningrum mengaku, kadang ia ikut menangis jika melihat anaknya menjerit-jerit kesakitan.

Menurut Ningrum, hernia yang diderita anak semata wayangnya ini merupakan bawaan lahir. Istilah dokternya hernia-congenital. Ia melihat, kian hari seiring pertambahan usia sang anak, kondisi penyakit itu terus membesar.

Di tengah ketidakberdayaan itulah, ia akhirnya bertemu seorang bidan Rumah Sakit Tangerang, yang akhirnya memberi jalan mendaftar dalam Program Peduli Kasih Indosiar.

Nasir tidak sendirian. Ada banyak bocah lain menderita penyakit yang sama. Salah satunya bocah bernama Maulana Eko Hartanto. Bocah yang akrab dipanggil Landung ini, juga menderita hernia sejak lahir, walau terlihat membesar saat ia menginjak usia satu tahun.

Sama seperti orang tua Nasir, orang tua Landungpun dihinggapi rasa panik, apalagi kondisi ekonomi mereka tidak memungkinkan untuk melakukan operasi penyembuhan. Ayahnya hanya buruh pabrik.

Kini, melalui Program Peduli Kasih ia berharap ada jalan buat kesembuhan agar anaknya bisa bermain bersama anak-anak lain seusianya.

Penyakit hernia, memang perlu ditangani cepat, karena jika terjadi infeksi di dalam, bukan hanya rasa sakit yang dirasakan, tapi lebih dari itu, dikhawatirkan infeksi terebut menjalar dan meracuni seluruh tubuh, yang akhirnya dapat mengancam keselamatan penderitanya.

Tapi hernia bisa cepat diatasi dengan melakukan operasi. Itulah yang kini diharapkan orang tua Nasir dan Landung. (Sumber,Indosiar-online)

Izin Infus Otsuko Dibuka

 Jakarta - Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Kusnia Thamrin menyebutkan, tidak ada standart khusus yang dipergunakan dalam memproses stetrilisasi botol infus. "Tidak juga farmakope dan apalagi WHO, sterilisasi 10 pangkat min 6 itu bisa dicapai dengan berbagai cara," ujarnya dalam diskusi kontroversi strilisasi cairan infus di Jakarta Kamis (22/03) siang.

Pernyataan Kusnia tersebut menanggapi pernyataan anggota komisi DPR usai berkunjung ke rumah sakit Koja dan Budhi Asih yang meminta penarikan botol infus keluaran Otsuko dari peredaran. DPR menganggap, botol tersebut tidak sesuai dengan standart baku yang berlaku di Indonesia (farmakope).

Untuk mencapai steril, sebuah botol infus mengalami beberapa proses sterilisasi. Baik itu melalui farmakope standar Indonesia atau tidak. "Cara lain itu, diperbolehkan untuk mencapai tahap botol itu steril, apakah itu dipanaskan suhu tinggi dengan waktu cepat atau suhu rendah dengan waktu lama," jelasnya.

Untuk produk Otsuko sendiri, diakui Kusnia, mempergunakan standart proses dari Jepang yang lebih maju. Sementara untuk produk infus dari Indonesia, sterilisasi botol infus dilakukan pada 70 derajat selama 45 menit yang diproduksi PT Sanbe Farma.

Menurut Kusnia, pihaknya mulai hari ini sudah mengizinkan kembali botol infus produk Otsuko itu beredar setelah ditarik dari peredaran. "Surat baru saya buat hari ini belum saya tanda tanganai, untuk peredarannya perlu waktu tiga sampai 4 bulan sampai di pasaran kembali," tutupnya.(Sumber,Indosiar-online)

Budaya Yogyakarta

 Yogyakarta - Anda pengemar batik, tentu tidak asing dengan ragam batik tradisional Yogyakarta, termasuk batik cap tradisionalnya. Salah satu tempat kerajinan batik cap tradisional di Yogyakarta yang masih bertahan adalah milik keluarga Sigit Suryanto dikawasan Wirobrajan, Yogyakarta.

Keluarga ini telah menekuni usaha batik cap tradisional sejak 30 tahun silam. Dengan 20 karyawan, dalam sebulan Sigit Suryanto mampu memproduksi 500 meter kain batik. Proses produksi batik cap dimulai dengan penedraan kain yang kemudian dicap secara manual sesuai motif yang diinginkan pemesan.

Kemudian kain dicuci dengan air dan dimasukan dalam proses pewarnaan. Ada dua motif batik cap tradisional yakni motif batik klasik yang umumnya didominasi motif bunga-bungaan. Dan motif moderen yang disesuaikan dengan selera pemesan seperti motif kupu-kupu. Harga untuk satu meter kain batik cap tradisional rata-rata 30 ribu rupiah. (Sumber, Indosiar-online)